YA'AHOWU !! SYALLOM.. Kata Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6) FAOMASI ZOAYA

LABEL

Pencarian

MARILAH KITA MENJADI BERKAT MELALUI INTERNET, KIRIMKAN TULISAN ANDA YANG MEMBANGKITKAN IMAN, MEMULIHKAN, MEMBAWA JIWA & PERTOBATAN KEPADA TUHAN.

Senin, 30 Oktober 2017

PERBUDAKAN ATAU PELAYANAN

Bacaan : 2 Korintus 11:1-33

"Apakah mereka pelayan Kristus?—aku berkata seperti orang gila—aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; menanggung pukulan di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut." (2 Korintus 11:23)

Gary Chapman dalam buku The Five Languages of Love for Teenagers menjelaskan perbedaan antara perbudakan dan pelayanan. Perbudakan berasal dari luar dan dilakukan dengan enggan. Berbeda dengan perbudakan, pelayanan berasal dari dalam diri seseorang dan dilakukan penuh dengan kasih. Jelas sekali perbedaan kedua hal ini. 

Paulus mengerti dengan benar statusnya dan tugasnya setelah Kristus memilihnya sebagai rasul. Ia melayani Tuhan sebagai rasul dan memenangkan banyak jiwa. Meskipun dalam pelayanan ia menghadapi banyak tantangan dan penderitaan–ditahan di penjara, menghadapi bahaya, karam kapal, penganiayaan, dan berbagai macam rintangan (ay. 23-29), ia tetap melayani Tuhan dengan penuh kasih. Paulus justru tetap memperhatikan jemaat, di saat ia menderita sebagai pelayan Tuhan (ay. 28-29). Tantangan dan penderitaan yang dihadapinya tidak membuatnya enggan melayani Tuhan dan melepaskan statusnya sebagai seorang rasul, pelayan Kristus. 

Banyak orang menyebut dirinya sebagai hamba Kristus. Namun, tidak sedikit yang memiliki mental seorang budak. Mereka melayani Tuhan dengan keterpaksaan dan keengganan. Hasilnya pun bisa ditebak. Pelayanannya hanya seadanya dan hasilnya tidak maksimal. Berbeda dengan seorang pelayan sejati yang melayani dengan penuh kasih apa pun tantangan yang dihadapi. Mereka tetap setia mendedikasikan hidupnya untuk melayani Tuhan seumur hidupnya. Lalu, mana yang kita pilih? Menjadi budak atau menjadi pelayan Tuhan? —SPP

PELAYANAN BERBEDA DENGAN PERBUDAKAN.
MELAYANI SAMA DENGAN MENGASIHI TANPA PAMRIH.

PEMENANG

Bacaan : Ulangan 2:26-37

"Lalu TUHAN berfirman kepadaku: Ketahuilah, Aku mulai menyerahkan Sihon dan negerinya kepadamu. Mulailah menduduki negerinya supaya menjadi milikmu.” (Ulangan 2:31)

Dalam sebuah perlombaan, seseorang dikatakan sebagai pemenang jika tim juri telah memutuskan hasil akhirnya. Namun yang dialami bangsa Israel ini berbeda. Mereka mendapatkan kemenangannya bukan pada akhir peperangan, tetapi pada saat firman Tuhan diucapkan. Tuhan berfirman akan mulai menyerahkan Sihon dan negerinya supaya menjadi milik bangsa Israel. Saat itulah Tuhan menyerahkan Sihon. 

Umumnya yang terjadi, kita merasa menang ketika mendengar pengakuan atas kemenangan kita. Tanpa sadar kehidupan kita terbentuk oleh kebiasaan dunia. Kita berbicara, berpikir dan bertingkah laku seperti apa yang diinginkan dunia. Seharusnya kita melakukan apa yang diperintahkan Tuhan berdasarkan kebenaran dan bukan yang diingini dunia. 

Ketika Tuhan telah berfirman, maka firman-Nya pasti digenapi. Ketika Tuhan berkata kita adalah umat pemenang, maka begitulah kenyataannya. Jadi apapun masalah yang menimpa kita tidak akan mengubah keputusan Tuhan bahwa kita adalah pemenang, kecuali jika kita tidak memercayainya. Hidup kita haruslah berani berbeda dari kebiasaan dunia. Kiranya kita bisa mengubah cara berpikir kita agar tidak melihat dulu baru percaya, tetapi percayalah dulu sebelum semuanya digenapi. Masa depan bersama Tuhan adalah yang terbaik. Jadi jangan berlaku seperti orang dunia yang baru percaya kalau sudah melihat. Tetapi percayalah sekarang juga, sebab sesungguhnya itu sudah terjadi! Kita sudah ditetapkan sebagai pemenang, maka janganlah berlaku seperti orang yang kalah. —JB

KITA SUDAH DITETAPKAN SEBAGAI PEMENANG,
MAKA JANGAN BERLAKU SEPERTI ORANG YANG KALAH

Kamis, 26 Oktober 2017

AKU BAHAGIA LHO

Bacaan : Habakuk 3:17-19

"Allah Tuhanku itu kekuatanku." (Habakuk 3:19)



Siang itu seorang pemulung dengan mendorong gerobaknya, menyelinap di tengah kemacetan jalan di antara banyaknya mobil yang berdesakan. Tanpa sengaja saya melihat tulisan di belakang gerobaknya, “Gini-gini, aku bahagia lho.” Hebat juga.

Nabi Habakuk menjelaskan bahwa bahagia dan sukacita tidaklah tergantung pada situasi yang kita hadapi. Sekalipun hasil pertanian mengecewakan, ia tetap bersorak-sorak di dalam Tuhan dan beria-ria di dalam Allah (ay. 17-18). Habakuk dapat bersukacita di tengah keadaan yang sulit, di tengah situasi yang tidak menguntungkan. Rahasianya, ia menjadikan Tuhan sebagai kekuatannya (ay. 19). Pemazmur mengatakan hal senada: bergembiralah karena Tuhan, bukan karena hal-hal lain (Mzm. 37:4).

Kalau selama ini kita berharap merasakan sukacita karena hal-hal lain di luar Tuhan seperti harta, jabatan, koneksi dengan pejabat tinggi, atau fasilitas duniawi, kita perlu belajar menggantungkan sukacita kita kepada Tuhan. Kita harus berprinsip bahwa di dalam Tuhan kita dapat merasakan sukacita walaupun keadaan serba sulit. Rasul Paulus dalam Filipi 4:4 berkata, “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan.” Artinya, terus menerus bersukacita dalam segala keadaan.

Untuk merasakan sukacita, lingkungan kita tidak harus menyenangkan, tidak harus segala sesuatu berlangsung dengan baik dan aman. Tuhan mengajarkan kita untuk memiliki sukacita dan suasana hati yang baik walaupun keadaan sekitar kita buruk. —IN

KALAU TUHAN MENJADI KEKUATAN KITA, KITA AKAN DAPAT BERSUKACITA
SEKALIPUN DALAM KEADAAN SULIT.

MERENDAHKAN DIRI

Bacaan : Lukas 18:9-14

"Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah sedangkan orang lain itu tidak. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Lukas 18:14)


Seorang ibu kaya-raya mengaku menyesal pernah menolak dan memperlakukan menantunya dengan kasar. Menantunya itu semula pembantu rumah tangga sehingga sang ibu sangat keberatan ketika anaknya memohon izin untuk menikahinya. Penyesalan terjadi setelah belasan tahun berlalu dan ia merasakan kasih menantu itu. Setiap kali kesusahan menimpanya si menantu datang menemani, menghibur, dan mendukungnya. Menantu itu jugalah yang setia merawatnya kala ia sakit. 

Secara sosiologis masyarakat sering dikelompokkan ke dalam lapisan sosial secara bertingkat. Pengelompokan ini terjadi sebagai hasil kebiasaan yang disengaja atau tidak, dan dapat disebabkan oleh faktor kekayaan, kehormatan, kekuasaan, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain. Ada strata yang bersifat terbuka, memungkinkan orang naik dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, strata sosial cenderung membatasi ruang seseorang, terutama mereka yang berada di tingkat rendah. 

Pernahkah kita merasa lebih suci atau lebih rohani dari orang lain? Kristus tidak mengajari kita untuk membeda-bedakan sesama manusia sebagaimana dunia membentuk strata sosial. Sebaliknya, Kristus memerintahkan para murid agar menerima setiap orang sebagai saudara, mengampuni setiap orang yang bersalah, dan mengasihi sesama tanpa melihat latar belakang mereka. Alih-alih merasa diri paling benar atau suci, jauh lebih mulia jika kita menempatkan diri sebagai hamba yang menyediakan hati untuk selalu tunduk pada kehendak Bapa. —EBL

BARANGSIAPA MENINGGIKAN DIRI, IA AKAN DIRENDAHKAN;
BARANGSIAPA MERENDAHKAN DIRI, IA AKAN DITINGGIKAN.

Sabtu, 21 Oktober 2017

HIDUPKU KESAKSIANKU

(Bacaan : 1 Petrus 2:9-17)

"Milikilah cara hidup yang baik di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai pelaku kejahatan, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka." (1 Petrus 2:12)


Beranikah kita membuat survei untuk mencari tahu komentar orang terhadap cara hidup pengikut Kristus? Bisakah kita menduga hasil dari survei semacam itu? Kira-kira kita akan lebih banyak membaca pujian dan kekaguman ataukah cibiran dan cemoohan? Jangan-jangan kesimpulan kita adalah: justru orang-orang kristianilah yang kerap menghambat kemajuan pemberitaan Kabar Baik.

Dipindahkan dari gelap menuju kepada terang yang ajaib bukanlah akhir cerita dari umat Allah. Petrus memberikan kesaksian bahwa kita diselamatkan untuk memberitakan perbuatan Allah yang besar ini kepada semua orang (ayat 9). Diyakini bahwa bersaksi melalui perkataaan dan menjadi saksi melalui kehidupan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
 

Rasul Petrus mengingatkan umat Tuhan untuk memiliki cara hidup yang baik di tengah-tengah mereka yang belum percaya agar kehidupan mereka tidak dapat difitnah oleh siapa pun. Kehidupan yang murni bukan saja menjadi kewajaran umat Tuhan, melainkan juga akan menjadi kesaksian yang menarik bagi mereka yang belum mengenal Dia. Harus diakui bahwa salah satu penyebab orang tidak tertarik dengan Kabar Baik yang kita sampaikan adalah karena cara hidup kita yang buruk.

Mari kita mawas diri. Apakah cara hidup kita telah mampu bersuara tentang perubahan hidup yang kita miliki? Ataukah gaung Berita Baik itu tertindih oleh buruknya kelakuan kita sebagai umat Tuhan? Jangan-jangan, kita adalah salah satu penghambat perluasan Kerajaan Allah. Berdiam dirilah dan temukan cara hidup kita yang rasanya menjadi penghambat Berita Sukacita.—PBS

ACAP KALI, PENGHALANG TERBESAR KESAKSIAN ADALAH CARA HIDUP KITA

BUKAN SAINGAN

(Bacaan : Yohanes 1:35-42)

Kedua murid itu mendengar apa yang dikatakannya itu, lalu mereka pergi mengikut Yesus. (Yohanes 1:37)


Ketika Yohanes tampil di padang gurun Yudea dan menyerukan pertobatan yang ditandai dengan baptisan, “datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan” (Mat. 3:5). Mereka menjadi pengikutnya. Kemudian muncullah Yesus dan mengajar di depan umum. Kehadiran mereka yang nyaris bersamaan membuat banyak orang mengira bahwa Yesus adalah saingan bagi Yohanes.

Namun tidak demikian. Yohanes menyebut dirinya sebagai ‘suara’ yang mempersiapkan kedatangan Tuhan (Yoh. 1:23). Ketika orang-orang menduga bahwa ialah sang Mesias, dengan tegas ia menyangkalnya. Ia hanya seorang perintis jalan bagi kedatangan Kristus (Luk. 1:76). Tidak heran, ketika Yohanes melihat Yesus, ia menjelaskan bahwa Dia inilah domba Allah yang menanggung dosa dunia melalui pengorbanan dan kematian-Nya (Yoh. 1:29). Yohanes pun merelakan murid-muridnya meninggalkannya agar mereka mengikut Yesus. Salah satunya adalah Andreas, yang kemudian menjadi rasul Kristus (ay. 40).

Sebagai orang percaya, kita diperintahkan untuk memberitakan karya keselamatan Kristus kepada semua bangsa. Ketika seseorang bertobat melalui pelayanan kita, terkadang ada godaan untuk menjadikan mereka sebagai murid kita. Ini tidak salah. Namun, yang terutama, mereka haruslah menjadi murid Kristus. Jika mereka perlu meninggalkan kita agar dapat mengikut Kristus dengan lebih baik, kita harus merelakannya. Karena kita bukanlah saingan Kristus, melainkan penunjuk jalan agar mereka datang kepada-Nya. —HT

SEBAGAI PENUNJUK JALAN, MESTINYA KITA BERSUKACITA
KETIKA MELIHAT ORANG-ORANG MENEMUKAN KRISTUS